beritafakta.id –Stemcell allogenic itu seharusnya murah wong ngambil dari tali pusat dan placenta atau embrio manusia yang sebenarnya dengan adanya tehnologi, maka siapa aja yang dilatih cara memanen pasti bisa dari pendidikan manapun, jadi sebenarnya tehnologi dibuat untuk mempermudah dan meringankan pekerjaan manusia.
Maka BPJS pun kedepannya sebenarnya bisa menanggung biaya stemcell sebagai alternatif terapi jika ilmu pengobatan jangan terlalu diindustrialisasikan sebagai bisnis. BPJS sudah semakin memahami bahwa membayar dokter baik spesialis maupun subspesialis sebenarnya harusnya sama karena berbasis kinerja, buka. Tehnologi.
Selama ini terjadi ketimpangan dimana oprasi sub spesialis yang tergolong simple misalnya pada urologi seperti AFF di stent dan juga oprasi prostat Trans uretta resection (TUR) prostat maupun buli justru seorang dokter urologi dimudahkan dengan tehnologi dibandingkan dengan open prostatectomi yang dilakukan oleh dokter bedah umum yang berpengalaman, sehari klaim digunakan untuk membayar investasi alat rumah sakit, sama halnya stemcell yang autologus juga Investasi alat dan ahlinya juga bisa dilakukan, dibandingkan mengembangkan allogenic stemcell yang berasal dari Gen berbeda dan diproduksi masal tp berharga mahal padahal investasi alat tidak terlalu mahal, namun biaya bisa melebihi oprasi terbuka jantung dan otak.
Regulasi terkait stem cell dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah Peraturan BPOM Nomor 18 Tahun 2022 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik di Sarana Pengolahan Produk Berbasis Sel dan Jaringan Manusia, laboratorium dan pabrik biologi tentunya memiliki standar mirip kamar oprasi yang biasa bersih dan steril.
Saat ini hanya ada beberapa pabrik dan laboratorium stemcell di Indonesia yang penjualannya tidak terkoordinasi dengan baik karena kontroversi bahan kultur dan asal jaringan placenta ataupun tali pusat ataupun embryo yang dipake, sementara yang autologus yang diambil dari sel pasien sendiri malah belum populer, dan untuk itulah maka tulisan ini penulis buat untuk mendorong kemajuan stemcell autologs yang bisa menjadi kompetensi dokter bedah umum bekerjasama dengan laboratorium dan ahli patologi klinik dalam satu tim rumah sakit yang tentunya harus dilatih dahulu.
Penulis merasa bahwa liberalisasi menjadikan kesehatan telah menjadi bisnis yang terkadang menyesatkan dan overclaim, bahwa stemcell mampu menyembuhkan segala penyakit, padahal pada kenyataannya , stemcell allogenic atau yang berasal dari luar tubuh pasien masih bentuk penelitian yang menurut kode etik tidak bisa dijual belikan komersial, namun kenyataannya dijual ratusan juta untuk sekali treatment, dan harus dilakukan berulang karena siklus sel dalam tubuh manusia juga terus menerus bergantian menua dan mati dengan sendirinya (apoptosis).
Namun demi kemajuan maka pemerintah mendorong para ‘ilmuwan’ ini dengan regulasi agar tidak patah arang tapi harus mengikuti standar yang ditetapkan demi keamanan produk yang sebelumnya dibuang dan dianggap sisa dari bayi manusia itu ( placenta, tali pusat).
Maka Selain membuat perundangan, maka untuk melakukan penelitian berbasis layanan sel punca, laboratorium atau klinik harus memiliki izin-izin berikut:
1. Izin pengolahan dan aplikasi klinis dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2. Izin fasilitas laboratorium berstandar GMP (Good Manufacturing Practices) dari BPOM
3. Izin resmi dari Kementerian Kesehatan RI
Bagi para ilmuwan, kita memahami bahwa proses ekstraksi sampai pemanenan stemcell allogenic yang berasal dari individu lain, Dalam proses pengolahan stem cell, ada beberapa tahapan yang harus dilewati, yaitu:
1. Ekstraksi sel punca dari sampel tali pusar,
2. Pelabelan,
3. Thawing dan seeding untuk membentuk koloni Working Cells,
4. Quality Control (QC) untuk memastikan kualitas produk.
Maka jika ada laboratorium yang diresmikan, masyarakat berhak mengetahui bahwa proses dan tempat serta janin berasal darimana seharusnya diketahui, jangan jangan berasal dari curetase janin yang digugurkan, bagaimana etika ilmuwan yang jualan stemcell sampai platform unicorn dan mall online?
Berbeda dengan autologus stemcell , karena berbasis dari tindakan kamar operasi dan laboratorium serta diambil serta pengambilan secara fresh kemudian langsung diproses dan di fraksikan untuk bisa instant di suntikan kembali setelah diproses, maka Stromal Vascular Fraction (SVF) adalah komponen lipoaspirasi (sedot lemak) yang tersisa setelah proses pemisahan secara enzimatik, apheresis dari darah Perifer dan juga Bone marrow lebih bisa diterima di negara yang mayoritas muslim ini.
Meski dalih penyuntikan stemcell yang diajukan ke MUI untuk halal proses semuanya diajukan sebagai pilihan terakhir jika sdh tdk bisa diobati dengan apapun, ilmuwan kadinlupa bahwa autologs stemcell akan lebih murah dan berbasis pelayanan rumah sakit yang bisa dikembangkan.
Semoga di pemerintahan presiden Prabowo , para ilmuwan segera sadar diri agar tidak tergiur dengan silaunya bisnis stemcell yang menjadikan milyarder tapi fokus pada keilmuan dan aplikasi secara etikomedicolegal dan etika religi jika masih perlu kita perjuangan.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa secara penelitian kegunaan stemcell memang bermanfaat untuk beberapa penyakit, sehingga saatnya mengaplikasikan sebagai salah satu usaha pengobatan mengawal cara pengobatan saat ini yang berdasarkan evidence based Medicine dan kita kawal menuju presisi medicine dimana obat sebenarnya sebagian besar ada dalam tubuh manusia sendiri, karena manusia merupakan entitas terbuka yang bisa diobati dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh termasuk stemcell.
Beberapa aplikasi klinis yang dapat diatasi dengan terapi stem cell, di antaranya:
1. Kelumpuhan saraf tulang belakang
2. Diabetes
3. Parkinson
4. Amyotrophic Lateral Sclerosis
5. Alzheime
6. Gagal jantung
7.Stroke
8. Kebutaan
9. Tuli
10. Degeneratif lainnya
Saatnya Bangsa ini tidak selalu euforia terhadap ilmu yang baru saja berkembang tapi terus mempelajari dan mengaplikasikan secara Arif, sehingga kemudharatan tidak terjadi akibat overclaim yang ada. (Agus Ujianto)