London, beritafakta.id – Di sela-sela pendampingan Presiden Prabowo Subianto dalam Kunjungan Kenegaraan ke Inggris, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani membuka perdagangan bursa dan menghadiri pertemuan Indonesia-UK Climate and Green Finance di London Stock Exchange, pada Kamis (21/11) waktu setempat. Dalam kesempatan tersebut, Rosan mengundang investor Inggris untuk memanfaatkan berbagai peluang investasi di Indonesia, khususnya di sektor energi terbarukan, teknologi hijau, dan penangkapan karbon.
Rosan membuka pidatonya dengan menegaskan upaya pemerintah Indonesia dalam menciptakan iklim investasi yang lebih ramah dan terbuka bagi investor asing. Ia menjelaskan bahwa reformasi besar telah dilakukan, termasuk dengan merevisi daftar negatif investasi. “Kami ingin menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara yang semakin terbuka. Pada tahun 2021, kami merevisi daftar negatif investasi. Dari lebih dari 100 industri yang tidak dapat dimasuki oleh pihak asing, menjadi hanya enam industri saja,” ungkap Rosan.
Lebih lanjut, Rosan menyoroti komitmen Indonesia dalam mencapai target Net Zero Emissions. Ia mengatakan bahwa Indonesia telah menetapkan target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) yang dapat tercapai lebih cepat dengan dukungan mitra internasional. “Kami berkomitmen untuk mencapai NDC pada tahun 2060 atau lebih cepat dengan dukungan dari mitra internasional. Jadi, tentu saja kami ingin bekerja sama dengan banyak pihak agar dapat menjadi lebih ambisius dan mencapai target ini sebelum 2060,” tambahnya.
Selain itu, ia memaparkan potensi besar Indonesia dalam pengembangan energi terbarukan yang saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sekitar 3.700 gigawatt dari sumber-sumber seperti tenaga surya, pasang surut, hidro, dan panas bumi. Namun, hanya kurang dari 1% dari potensi ini yang telah digunakan. “Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang sangat melimpah. Kami juga memiliki cadangan panas bumi terbesar di dunia, terutama di Pulau Jawa. Kami ingin mendorong pemanfaatan sumber daya ini untuk mengurangi ketergantungan pada energi berbasis bahan bakar fosil,” jelas Rosan.
Rosan juga menekankan potensi besar Indonesia dalam penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS), yang ia pandang sebagai salah satu solusi utama untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan. Dalam mendukung investasi hijau, Pemerintah Indonesia juga terus menyederhanakan regulasi. Rosan menjelaskan bahwa pemerintah telah berupaya menyelaraskan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah agar proses perizinan lebih efisien dan ramah bagi investor. “Kami memiliki potensi besar dalam penyimpanan karbon, sekitar 700 gigaton. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan banyak pihak untuk memanfaatkan potensi ini melalui teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon. Teknologi ini sangat penting untuk mendukung transisi energi di Indonesia,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, diskusi panel Indonesia-UK Climate and Green Finance membahas tema strategis terkait investasi hijau, pengembangan pasar karbon, serta peluang kolaborasi antara Indonesia dan Inggris. Diskusi menyoroti pentingnya edukasi dan kolaborasi untuk menjembatani kesenjangan global dalam mengatasi perubahan iklim serta pengembangan pasar karbon yang dapat dikolaborasikan antar kedua negara sesuai dengan standar internasional.
Rosan membuka diskusi dengan menyampaikan ambisi Indonesia untuk meningkatkan nilai investasi hingga 2-3 kali lipat dalam beberapa tahun mendatang. “Kami memiliki target untuk mendorong nilai investasi secara signifikan dalam waktu dekat, dan itu membutuhkan kolaborasi erat di berbagai sektor,” ujarnya.
Rosan juga menyoroti kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemangku kepentingan lokal untuk memperkuat kerangka regulasi yang kondusif bagi investor, sambil menekankan pentingnya hilirisasi yang mendukung transisi energi hijau. “Hilirisasi adalah salah satu kunci untuk transisi energi berkelanjutan, dan kami membutuhkan keterlibatan lembaga keuangan internasional serta pasar karbon untuk mencapai tujuan ini,” tambahnya.
Sementara itu, Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden untuk Iklim, Energi, dan Lingkungan yang juga mengikuti diskusi panel tersebut menyoroti pentingnya kredit karbon berkualitas tinggi dalam pasar karbon global. Ia juga menyerukan proses verifikasi yang kuat untuk memastikan kualitas kredit karbon yang diperdagangkan. Hashim menggarisbawahi potensi Indonesia untuk memimpin sektor real estate hijau, dengan fokus pada pengembangan gedung hijau dan apartemen berkelanjutan seiring urbanisasi yang terus meningkat.
Para panelis sepakat bahwa dukungan kebijakan yang kuat, transparansi, dan integritas pasar karbon adalah elemen kunci dalam menarik investasi berkualitas ke Indonesia. Diskusi ini juga menyepakati pentingnya edukasi dan kolaborasi antara Global South dan North untuk solusi iklim yang berkelanjutan.
Acara pertemuan Indonesia-UK Climate and Green Finance diselenggarakan sebagai bagian dari peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Inggris. Bertempat di London Stock Exchange, acara ini mempertemukan para pemimpin bisnis dan pejabat tinggi dari kedua negara untuk membahas peluang investasi berkelanjutan di Indonesia, termasuk di sektor energi terbarukan, teknologi hijau, dan penangkapan karbon. London, yang dikenal sebagai pusat global untuk pembiayaan hijau dan peringkat pertama dalam Global Green Finance Index (GGFI), menjadi tuan rumah yang ideal untuk diskusi strategis ini. (*)